#SelasaBerbagi
Materi kali ini di sampaikan oleh Pak Susanto, S.Pd., biasa kami panggil "Pak D" di grup WA Lagerunal. Saya tak bisa menyimak sesuai agenda yang dijadwalkan pukul 15.00 - 17.00. Di saat yang sama saya ada agenda mengajar tambahan di rumah. Sebuah kegiatan yang saya lakukan hampir lima tahun belakangan. Setelah membaca paparan demi paparan serta contoh yang diberikan, walaupun tak ada tantangan yang diberikan. Saya berkeinginan menyelesaikan cerpen yang tema, premis, alur, dan penokohannya sudah dibuat sebelumnya. Semoga cerpen ini bisa membuat saya semakin memahami penulisan yang baik. Kekurangan dan belum tepatnya penulisan, mohon masukannya.
https://images.app.goo.gl/6ZCXoQrBe9JAXuay8
Menerjang Badai Kehidupan
Departemen kepegawaian. Tulisan yang berada tepat di atas pintu menyambutku ketika aku sampai di depan ruang Pak Handoko. Dia meminta aku menemuinya setelah istirahat makan siang. Hal itu disampaikan oleh karyawan lain yang baru saja dipanggilnya.
"Pak Rahmat Wijaya? Silakan duduk pak, tunggu sebentar ya," ujar Pak Handoko menghentikan pembicaraannya di telepon, sambil menunjuk sofa yang tepat berada di kanan meja kerjanya.
Aku mengangguk dan berjalan menuju sofa yang ditunjuk Pak Handoko. Masih terdengar suaranya sedang berbicara di telepon. Sepertinya membahas hal yang cukup serius. Tak lama setelah Pak Handoko meletakkan gagang telepon pada tempatnya. Dia berjalan menuju sofa di mana aku menunggu.
Pak Handoko langsung membuka percakapan, seakan tak mau membuang waktu dia langsung menjelaskan kondisi perusahaan saat ini. Aku sudah mengetahui kondisi ini sejak dua bulan yang lalu, saat sepuluh karyawan mendapatkan pemutusan hubungan kerja.
"Bagaimana Pak Rahmat?" tanya Pak Handoko, kepala bagian departemen kepegawaian saat aku duduk terdiam mendengar penjelasan kondisi perusahaan.
"Saya belum bisa memberikan jawaban pak," jawabku singkat.
"Baik Pak Rahmat, saya berikan waktu untuk berpikir satu pekan ini. Semoga bapak mengerti yang tadi saya sampaikan." tutup Pak Handoko sambil mempersilakan aku untuk meninggalkan ruangannya.
Aku berjalan lunglai menuju meja kerja. Walaupun aku sudah sedikit banyak mengetahui kondisi perusahaan, tetap saja setelah mendengarnya langsung aku sangat terkejut. Kondisi ini terjadi karena perekonomian yang tidak stabil. "Karya Ananda" adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang furnitur. Aku adalah salah satu karyawan yang bekerja pada awal berdirinya "Karya Ananda" tujuh tahun yang lalu.
Pemilik perusahaan berencana menjual seluruh aset perusahaan agar bisa membayarkan uang pesangon pada dua puluh lima karyawannya. Semua akan dilakukan awal bulan depan, artinya dua pekan lagi. Dua bulan yang lalu sudah sepuluh karyawan yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja. Aku dan empat belas orang lagi termasuk Pak Handoko akan di PHK pada awal bulan depan.
Aku masih duduk terdiam di kursi sambil memandang keluar jendela. Terlihat gerimis mulai turun membasahi daun yang bergerak tertiup angin yang semakin lama semakin kencang. Aku berpikir keras mengenai keputusan apa yang akan kuambil.
"Sepertinya aku akan meminta pendapat istriku dahulu, sebelum waktu sepekan yang diberikan Pak Handoko berakhir," ucapku dalam hati.
Aku memutuskan pulang ke rumah, walaupun gerimis belum berhenti. Keinginanku menanyakan keputusan terbaik yang akan kuambil, membuatku ingin segera sampai di rumah dan bicara dengan istriku, Tri Widyandari.
***
"Ayah sudah pulang."
Suara khas Ryan menyambutku dengan riang. Aku baru saja memarkirkan sepeda motor di teras depan rumah.
"Assalamualaikum...," sapaku pada Ryan.
"Wa'alaikumsalam, ayah."
Ryan menjawab salamku sambil berjalan cepat menghampiriku, menggandeng tanganku dan berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.
"Ryan, bereskan dahulu mainannya. Ayah biar mandi dahulu ya," pinta Tri pada Ryan anak kami.
"Baik bunda."
Ryan melepaskan gandengan tangganya, berjalan menuju ruang keluarga membereskan mainan yang tadi sedang dimainkannya. Aku masuk ke dalam kamar bergegas mandi, karena tadi gerimis masih turun sepanjang perjalanan pulang dan aku tak mengenakan mantel.
"Tri, ada yang ingin aku sampaikan," ujarku ketika keluar dari kamar mandi dan melihatnya duduk merapikan pakaian di pinggir tempat tidur.
"Saya juga ada yang ingin di sampaikan, Mas Rahmat," ucap Tri sambil menoleh ke arahku.
"Ada apa Tri?" tanyaku sambil menghempaskan badanku di kasur.
"Mas, ini..."
Tri menyodorkan sebuah amplop biru. Aku melihat tulisan di amplop tersebut "Tespek". Kubuka pelan dan di sana ada dua garis yang sangat jelas. Itu artinya...
"Saya hamil mas," jelas Tri melihat aku terdiam memandang hasil tes kehamilan.
"Alhamdulillah," ucapku sambi bangun dari rebahan dan memeluk Tri lembut.
"Ya Allah, aku nggak mungkin memberitahu kabar pekerjaanku, jika Tri hamil." Batinku berkata dan aku semakin memeluk erat Tri.
"Bunda, Ryan sudah rapikan mainannya," ucap Ryan yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamar kami.
Tri melepaskan pelukannya, dan tersenyum pada Ryan.
"Anak sholeh. Sini, Nak. Bunda mau memberitahukan sesuatu." Tri berujar sambil memanggil Ryan untuk mendekati kami.
"Ryan mau punya adik?" tanya Tri sambil melirik ke arahku.
"Mau bunda, mau. Aku mau adik perempuan ya bunda," ujar Ryan sambil memeluk Tri dengan hangat. Aku hanya tersenyum dan mengangguk saat Ryan melihat ke arahku.
"Hore..., Ryan mau punya adik. Makasih bunda."
Ryan melompat ke arahku dan memelukku seperti memeluk bundanya tadi. Keputusanku sudah bulat aku tak mau membuat Tri memikirkan PHK yang akan aku jalani awal bulan nanti.
Bersambung
Mohon masukannya untuk penulisan yang baik. Terutama pada dialog tag terkait tanda baca dan huruf kapital. Karena masih belajar membuatnya. Terima kasih sebelumnya.
Asssiiiikkkk Ryan mau punya adik...
BalasHapusApa yg ingin dikatakan Pak Rahmat Wijaya???
Cerita yg menarik dengan latar kondisi perusahaan curat marut (Mungkin), kita tunggu kelanjutannya
Sepertinya panjang ceritanya yah, ditunggu kelanjutannya. Soal sunting disampaikan para master ya...
BalasHapusAlhamdulilah..punya adek ...
BalasHapus